Selamat Datang-Ahlan Wasahlan

Isnin, 14 Jun 2010

Nabi Yaaqub a.s

Yakub atau Ya'akov, (יַעֲקֹב, Ibrani Standar Yaʿaqov, Ibrani Tiberias Yaʿăqōḇ; bahasa Arab يعقوب Yaʿqūb, bahasa Ge'ez ያዕቆብ Yaʿiqob), disebut juga Israel (יִשְׂרָאֵל, Ibrani Standar Yisraʾel,Ibrani Tiberias Yiśrāʾēl; bahasa Arab اسرائيل, Isrāʾīl; bahasa Ge'ez እሥራኤል Israʾēl) adalah leluhur ketiga bangsa Israel seperti yang digambarkan di dalam Alkitab. Ayahnya adalah Ishak, dan kakeknya Abraham. Ia memainkan peranan penting dalam sejumlah kejadian di dalam Kitab Kejadian.

Ya'akub (sekitar 1837-1690 SM) ialah salah seorang Rasul yang ditugaskan berdakwah kepada Bani Israil di Syam. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1750 SM dan Namanya disebutkan sebanyak disebutkan sebanyak 16 kali dan memiliki 12 anak. Ia wafat di Alkhalil Hebron Palestina.

Genelogi

Yaakub bin Ishak bin Ibrahim in Azara bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfahsad bin Syam bin Nuh. Dari beberapa orang istrinya Ya'qub memiliki dua belas putra dan dua orang putri. Kedua belas putranya yakni Rubin, Simeon, Lawway, Yahuda, Zebulaon, Isakhar, Dann, Gad, Asyer, Naftali, Yusuf, dan Benyamin.[1] Sedangkan kedua putrinya adalah Dinah dan Yathirah kembaran Benyamin.[2]

Mertua Yaqub yaitu Laban memiliki dua orang puteri, yang pertama bernama Leah, dan yang kedua bernama Rahel. Ya'qub sebenarnya ingin menikah dengan Rahel, karena ia lebih cantik. Akan tetapi Laban mengatakan bahwa bukanlah kebiasaan mereka menikahkan anak yang lebih kecil (muda) sebelum anak yang besar. Jika Ya'qub ingin menikahi Rahel maka ia harus menikahi Leah lebih dahulu, kemudian bekerja selama 7 tahun kepada Laban agar dapat meminang Rahel. Pada saat itu hukum menikahi dua gadis sekandung diperbolehkan.

Kepada masing-masing puterinya, Laban memberikan seorang budak perempuan. Kepada Leah ia memberikan budak perempuan bernama Zulfa, dan kepada Rahel ia memberikan budak perempuan bernama Balhah. Leah dan Rahel kemudian memberikan sahaya mereka untuk diperistri pula oleh Ya'qub, sehingga istri Ya'qub menjadi 4 orang.

Dari istrinya yang bernama Li'ah atau Elia mempunyai anak yang bernama Lawway, Lawway mempunyai anak 3 orang yaitu Jarsun, Quhas, dan Marun. Quhas mempunyai anak Imran danYashar. Imran mempunyai anak Maryam, Harun, dan Musa, sedangkan Yashar mempunyai Qarun, Nafiq dan Dzihun.


Kisah Yaaqub


Nabi Ya'akub adalah putera dari Nabi Ishaq bin Ibrahim sedang ibunya adalah anak saudara dari Nabi Ibrahim, bernama Rifqah binti A'zar. Ishaq mempunyai anak kembar, satu Ya'akub dan satu lagi bernama Ishu. Antara kedua saudara kembar ini tidak terdapat suasana rukun dan damai serta tidak ada menaruh kasih-sayang satu terhadap yang lain bahkan Ishu mendendam dengki dan iri hati terhadap Ya'qub saudara kembarnya yang memang dimanjakan dan lebih disayangi serta dicintai oleh ibunya. Hubungan mereka yang renggang dan tidak akrab itu makin buruk dan tegang setelah diketahui oleh Ishu bahwa Ya'qublah yang diajukan oleh ibunya ketika ayahnya minta kedatangan anak-anaknya untuk diberkahi dan didoakan, sedangkan dia tidak diberitahu dan karenanya tidak mendapat kesempatan seperti Ya'qub memperoleh berkah dan doa ayahnya, Nabi Ishaq.

Melihat sikap saudaranya yang bersikap kaku dan dingin dan mendengar kata-kata sindirannya yang timbul dari rasa dengki dan irihati, bahkan ia selalu diancam. Maka, datanglah Ya'qub kepada ayahnya mengadukan sikap permusuhan itu. Ya'akub berkata mengeluh : " Wahai ayahku! Tolonglah berikan fikiran kepadaku, bagaimana harus aku menghadapi saudaraku Ishu yang membenciku mendendam dengki kepadaku dan selalu menyindirku dengan kata-kata yang menyakitkan hatiku, sehinggakan menjadihubungan persaudaraan kami berdua renggang dan tegang, tidak ada saling cinta mencintai dan saling sayang-menyayangi. Dia marah kerana ayah memberkati dan mendoakan aku agar aku memperolehi keturunan soleh, rezeki yang mudah dan kehidupan yang makmur serta kemewahan . Dia menyombongkan diri dengan kedua orang isterinya dari suku Kan'aan dan mengancam bahawa anak-anaknya dari kedua isteri itu akan menjadi saingan berat bagi anak-anakku kelak didalam pencarian dan penghidupan dan macam-macam ancaman lain yang mencemas dan menyesakkan hatiku. Tolonglah ayah berikan aku fikiran bagaimana aku dapat mengatasi masalah ini serta mengatasinya dengan cara kekeluargaan.

Berkata Nabi Ishaq yang memang sudah merasa kesal hati melihat hubungan kedua puteranya yang makin hari makin meruncing:" Wahai anakku, kerana umurku yang sudah lanjut aku tidak dapat menengahi kamu berdua. Ubanku sudah menutupi seluruh kepalaku, badanku sudah membongkok, raut mukaku sudah berkerut dan aku sudah berada di ambang pintu perpisahan dari kamu dan meninggalkan dunia yang fana ini. Aku khuatir bila aku sudah menutup usia, gangguan saudaramu Ishu kepadamu akan makin meningkat dan ia secara terbuka akan memusuhimu, berusaha mencari kecelakaan mu dan kebinasaanmu. Ia dalam usahanya memusuhimu akan mendapat sokongan dan pertolongan dan saudara-saudara iparnya yang berpengaruh dan berwibawa di negeri ini. Maka jalan yang terbaik bagimu, menurut fikiranku, engkau harus pergi meninggalkan negeri ini dan berhijrah engkau ke Fadan A'raam di daerah Iraq, di mana bapa saudaramu iaitu saudara ibumu, Laban bin Batu;il. Engkau dapat mengharap dikahwinkan kepada salah seorang puterinya. Oleh yang demikian , menjadi kuatlah kedudukan sosialmu, agar disegani dan dihormati orang kerana kedudukan mertuamu yang menonjol di mata masyarkat. Pergilah engkau ke sana dengan iringan doa daripadaku. Semoga Allah memberkati perjalananmu, memberi rezeki murah dan mudah serta kehidupan yang tenang dan tenteram.

Nasihat dan anjuran si ayah mendapat tempat dalam hati Ya'akub. Melihat dalam anjuran ayahnya jalan keluar yang dikehendaki dari krisis hubungan persaudaraan antaranya dan Ishu, dengan mengikuti saranan itu, dia akan dapat bertemu dengan bapa saudaranya dan anggota-anggota keluarganya dari pihak ibunya . Ya'akub segera berkemas-kemas dan membungkus barang-barang yang diperlukan dalam perjalanan dan dengan hati yang terharu serta air mata yang tergenang di matanya ia meminta kepada ayahnya dan ibunya ketika akan meninggalkan rumah.


Ya'qub tiba di Iraq

Dengan melalui jalan pasir dan Sahara yang luas dengan panas mataharinya yang terik dan angin samumnya {panas} yang membakar kulit, Ya'qub meneruskan perjalanan seorang diri, menuju ke Fadan A'ram dimana bapa saudaranya Laban tinggal. Dalam perjalanan yang jauh itu , ia sesekali berhenti beristirehat bila merasa letih dan lesu .Dan dalam salah satu tempat perhentiannya ia berhenti kerana sudah sangat letih, lalu tertidurlah Ya'akub dibawah teduhan sebuah batu karang yang besar .Dalam tidurnya yang nyenyak, ia mendapat mimpi bahawa ia dikurniakan rezeki yang luas, penghidupan yang aman damai, keluarga dan anak cucu yang soleh dan bakti serta kerajaan yang besar dan makmur. Terbangunlah Ya'akub dari tidurnya, mengusapkan matanya menoleh ke kanan dan ke kiri dan sedarlah ia bahawa apa yang dilihatnya hanyalah sebuah mimpi namun ia percaya bahwa mimpinya itu akan menjadi kenyataan di kemudian hari sesuia dengan doa ayahnya yang masih tetap mendengung di telinganya. Dengan diperoleh mimpi itu ,ia merasa segala letih yang ditimbulkan oleh perjalanannya menjadi hilang seolah-olah ia memperolehi tanaga baru dan bertambahlah semangatnya untuk secepat mungkin tiba di tempat yang dituju dan menemui sanak-saudaranya dari pihak ibunya.

Tiba pada akhirnya, Ya'akub di depan pintu gerbang kota Fadan A'ram. Setelah berhari-hari siang dan malam menempuh perjalanan yang membosankan tiada yang dilihat selain dari langit di atas dan pasir di bawah. Alangkah lega hatinya ketika ia mulai melihat binatang-binatang peliharaan berkeliaran di atas ladang-ladang rumput ,burung-burung berterbangan di udara yang cerah dan para penduduk kota berhilir mundir mencari nafkah dan keperluan hidup masing-masing. Sesampainya disalah satu persimpangan jalan, dia berhenti sebentar bertanya salah seorang penduduk di mana letaknya rumah saudara ibunya Laban barada. Laban seorang kaya-raya yang kenamaan pemilik dari suatu perusahaan perternakan yang terbesar di kota itu tidak sukar bagi seseorang untuk menemukan alamatnya. Penduduk yang ditanyanya itu segera menunjuk ke arah seorang gadis cantik yang sedang menggembala kambing seraya berkata kepada Ya'akub:"Kebetulan sekali, itulah dia anak perempuan Laban, Rahil, yang akan dapat membawa kamu ke rumah ayahnya".

Dengan hati yang berdebar, pergilah Ya'akub menghampiri seorang gadis ayu dan cantik itu, lalu dengan suara yang terputus-putus seakan-akan ada sesuatu yang mengikat lidahnya ,Ya'akub mengenalkan diri, bahwa ia adalah saudara sepupunya sendiri. Rifqah ibunya, saudara kandung dari ayah si gadis itu, Laban. Diterangkan lagi kepada Rahil, tujuannya datang ke Fadam A'raam dari Kan'aan. Mendengar kata-kata Ya'akub yang bertujuan hendak menemui ayahnya, Laban, dan untuk menyampaikan pesanan(Ishaq). Maka, dengan senang hati, sikap yang ramah, muka yang manis , Rahil (anak gadis Laban) mempersilakan Ya'akub mengikutinya balik ke rumah untuk menemui ayahnya ,Laban, iaitu bapa saudara Ya'akub.

Setelah berjumpa, lalu berpeluk-pelukanlah dengan mesranya Laban dengan Ya'akub, tanda kegembiraan masing-masing. Pertemuan yang tidak disangka-sangka itu dan mencetuskan airmata bagi kedua-dua mereka, mengalirlah air mata oleh rasa terharu dan sukcita. Laban bin Batu'il, menyediakan tempat dan bilik khas untuk anak saudaranya itu, Ya'akub, yang tiada bezanya dengan tempat-tempat anak kandungnya sendiri, dengan senang hatilah Ya'akub tinggal dirumah Laban seperti rumah sendiri.

Setelah selang beberapa waktu tinggal di rumah Laban , Ya'akub menyampaikan pesanan ayahnya (Ishaq), agar Ishaq dan Laban menjadi besan, dengan mengahwinkannya kepada salah seorang dari puteri-puterinya. Pesanan tersebut di terima oleh Laban, dia bersetuju akan mengahwinkan Ya'akub dengan salah seorang puterinya. Sebagai mas kahwin, Ya'akub harus memberikan tenaga kerjanya di dalam perusahaan penternakan bakal mentuanya selama tujuh tahun. Ya'akub setuju dengan syarat-syarat yang dikemukakan oleh Laban. Bekerjalah Ya'akub sebagai seorang pengurus perusahaan penternakan terbesar di kota Fadan A'raam itu.

Tujuh tahun telah dilalui oleh Ya'qub sebagai pekerja dalam perusahaan penternakan Laban. Ya'akub menagih janji bapa saudaranya, untuk dijadikan sebagai anak menantunya. Laban menawarkan kepada Ya'akub, agar menyunting puterinya yang bernama Laiya sebagai isteri. Ya'akub berhendakkan Rahil adik Laiya, kerana Rahil lebih cantik dan lebih ayu dari Laiya. Ya'akub menyatakan hasrat untuk berkahwin dengan Rahil, bukan Laiya. Laban mengerti keinginan Ya'akub, namun hasrat itu ditolak kerana mengikut adat mereka, kakak harus dikahwinkan dahulu dari adiknya. Laban yang tidak mahu kecewakan hati Ya'akub, lalu menyuarakan pendapat, agar menerima Laiya sebagai isteri pertama. Bagi mengahwini Rahil, syarat yang sama juga diberi kepada Ya'akub, sebelum Ya'akub dapat memiliki Rahil.

Ya'akub yang sangat hormat kepada bapa saudaranya dan merasa berhutang budi kepadanya yang telah menerimanya di rumah sebagai keluarga sendiri. Malah, Laban melayannya dengan baik dan menganggapnya seperti anak kandungnya sendiri. Lalu, Ya'akub tidak dapat berbuat apa-apa selain menerima cadangan bapa saudaranya itu . Perkahwinan dengan Laiya dilaksanakan, dan perjanjian untuk mengawini Rahil ditandatangani.

Begitu masa tujuh tahun kedua berakhir dikahwinkanlah Ya'qub dengan Rahil gadis yang sangat dicintainya dan selalu dikenang sejak pertemuan pertamanya tatkala ia masuk kota Fadan A'raam. Dengan demikian Nabi Ya'qub beristerikan dua wanita bersaudara, kakak dan adik, hal mana menurut syariat dan peraturan yang berlaku pada waktu tidak terlarang. Akan tetapi, syariat ini diharamkan oleh Muhammad s.a.w.

Laban memberi hadiah seorang hamba sahaya untuk menjadi pembantu rumahtangga kepada setiap satu anak perempuannya, Laiya dan Rahil. Dan dari kedua isterinya serta kedua hamba sahayanya itu Ya'qub dikurniai dua belas anak, di antaraya Yusuf dan Binyamin dari ibu Rahil.


Kisah Ya'qub di dalam Al-Quran

Kisah Ya'qub tidak terdapat dalam Al-Quran secara tersendiri, namun disebut-sebut nama Ya'qub dalam hubungannya dengan Ibrahim, Yusuf dan nabi lainnya. Bahan kisah ini adalah bersumberkan dari kitab-kitab tafsir dan buku-buku sejarah.





Nabi Ishaq a.s

Ishaq (Yahudi: יִצְחָק, Standar Yiẓḥaq Tiberian Yiṣḥāq ; Arab: إِسْحَاقَ, ʾIsḥāq) (sekitar 1761 SM - 1638 SM)[1][2] adalah putra kedua Nabi Ibrahim setelah Ismail yang beribu Sarah dan merupakan orang tua dari Nabi Yaqub.[3]

Ishaq diutus untuk masyarakat Kana'an di wilayah Al-Khalil Palestina. Kisah Nabi Ishaq sangat sedikit diceritakan dalam Al-Qur'an. Nabi Ishaq disebutkan dalam Al-Qur'an sebanyak 15 kali.[4] Sedangkan keutamaan Nabi Ishaq disebutkan 9 kali dan kenabian Ishaq 10 kali.[5] Dikatakan bahwa ia memiliki 2 anak dan meninggal di Alkhalil Hebron Palestina.


Nama Ishaq berasal dari bahasa Yahudi Yiṣḥāq yang berarti tertawa / tersenyum. Kata itu didapatkan dari ibunya, Sarah yang tersenyum tidak percaya ketika mendapatkan kabar gembira dari malaikat Jibril.


Genealogi


Ishak bin Ibrahim bin Azara bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfahsad bin Syam bin Nuh. Ishaq menikah dengan Revkah binti Bethul menikah pada tahun 2088 SM. Dari pernikahan ini Ishaq memiliki dua anak kembar Yaqub dan Eswa (Isu).


Kisah Ishaq

Sebelum kelahiran Ishaq, Sarah dan suaminya, Ibrahim mendapat kabar gembira dari Allah melalui malaikat Jibril.[6] Dalam pesan itu malaikat Jibril menyampikan pesan bahwa Sarah akan melahirkan seorang anak laki-laki bernama Ishaq yang kelak akan menjadi seorang nabi[7]. Namun, Sarah tersenyum karena merasa heran dan aneh. Dia merasa aneh karena tidak mungkin dia dan suaminya dapat memberi keturunan jika usia mereka sudah cukup tua, aitu Sarah berusia 90 tahun dan Nabi Ibrahim 100 tahun.[8] Ishaq pun akhirnya terlahir di kota Kana'an pada tahun 1761 SM.

Ishaq merupakan anak kedua dari Nabi Ibrahim dan Sarah setelah Ismail. Bersama Ismail, ia menjadi penerus ayahnya untuk berdakwah di jalan Allah. Ketika Ibrahim telah sangat tua, Ishaq belum juga menikah. Ibrahim tidak mengizinkan Ishaq menikah dengan wanita Kana'an karena masyarakatnya tidak mengenal Allah dan asing terhadap keluarganya. Karena itu, Ibrahim memerintah seorang pelayan untuk pergi ke Harran, Irak dan membawa seorang perempuan dari keluarganya. Perempuan yang dimaksud itu adalah adalah Rafqah binti Batuwael bin Nahur, saudara Ibrahim yang kemudian dinikahkan dengan Ishaq.[9]

Setelah 10 tahun Ishaq menikah dengan Rafqah, lahirlah dua anak kembar. Anak pertama diberi nama Al-Aish dan anak kedua Yaqub yang lahir dengan memegang kaki saudaranya. Ishaq lebih menyayangi Al-Aish daripada Yaqub. Dari Ishaq-lah kemudian terlahir nabi-nabi Bani Israil.

Menurut salah satu riwayat, Ishaq meninggal pada usia 180 tahun.


Nabi Ismail Dhabillah a.s

Ismail (Bahasa Arab إسماعيل ) (sekitar 1911-1779 SM) adalah seorang nabi dalam kepercayaan agama samawi. Ismail adalah putera dari Ibrahim dan Hajar, kakak kandung dari Ishaq. Ia dianggkap menjadi nabi pada tahun 1850 SM. Ia tinggal di Amaliq dan berdakwah untuk Qabilah Yaman, Mekkah. Namanya disebutkan sebanyak 12 kali dalam Al-Quran. Ia meninggal pada tahun 1779 SM di Mekkah.

Genealogi


Ismail bin Ibrahim menikah dengan Umara binti Yasar bin Aqil kemudian diceraikan lalu menikah lagi dengan Sayiida binti Mazaz bin Umru. Pernikahan dengan Meriba dan Malchut, diketahui memiliki sejumlah anak dan hanya ada seorang anak wanita yang bernama Bashemath.[1]

Meriba

Malchut


Kisah Nabi Ismail

Nabi Ibrahim yang berhijrah meninggalkan Mesir bersama Sarah, isterinya dan Hajar, dayangnya di tempat tujuannya di Palestina. Ia telah membawa pindah juga semua hewan ternaknya dan harta miliknya yang telah diperolehnya sebagai hasil usaha dagangnya di Mesir. Al-Bukhari meriwayatkan daripada Ibnu Abbas r.a. berkata:

"Pertama-tama yang menggunakan setagi {setagen} ialah Hajar ibu Nabi Ismail tujuan untuk menyembunyikan kandungannya dari Siti Sarah yang telah lama berkumpul dengan Nabi Ibrahim a.s. tetapi belum juga hamil. Tetapi walaubagaimana pun juga akhirnya terbukalah rahsia yang disembunyikan itu dengan lahirnya Nabi Ismail a.s. Dan sebagai lazimnya seorang isteri sebagai Siti Sarah merasa telah dikalahkan oleh Siti Hajar sebagai seorang dayangnya yang diberikan kepada Nabi Ibrahim a.s. Dan sejak itulah Siti Sarah merasakan bahawa Nabi Ibrahim a.s. lebih banyak mendekati Hajar kerana merasa sangat gembira dengan puteranya yang tunggal dan pertama itu, hal ini yang menyebabkan permulaan ada keratakan dalam rumahtangga Nabi Ibrahim a.s. sehingga Siti Sarah merasa tidak tahan hati jika melihat Siti Hajar dan minta pada Nabi Ibrahim a.s. supaya menjauhkannya dari matanya dan menempatkannya di lain tempat."

Untuk sesuatu hikmah yang belum diketahui dan disadari oleh Nabi Ibrahim Allah s.w.t. mewahyukan kepadanya agar keinginan dan permintaan Sarah isterinya dipenuhi dan dijauhkanlah Ismail bersama Hajar ibunya dan Sarah ke suatu tempat di mana yang ia akan tuju dan di mana Ismail puteranya bersama ibunya akan ditempatkan dan kepada siapa akan ditinggalkan.

Maka dengan tawakkal kepada Allah berangkatlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah membawa Hajar dan Ismail yang diboncengkan di atas untanya tanpa tempat tujuan yang tertentu. Ia hanya berserah diri kepada Allah yang akan memberi arah kepada binatang tunggangannya. Dan berjalanlah unta Nabi Ibrahim dengan tiga hamba Allah yang berada di atas punggungnya keluar kota masuk ke lautan pasir dan padang terbuka di mana terik matahari dengan pedihnya menyengat tubuh dan angin yang kencang menghembur-hamburkan debu-debu pasir.


Ismail dan ibunya Hajar ditinggalkan di Makkah

Setelah berminggu-minggu berada dalam perjalanan jauh yang memenatkan, tibalah pada akhirnya Nabi Ibrahim bersama Ismail dan ibunya di Makkah kota suci dimana Kaabah didirikan dan menjadi pujaan manusia dari seluruh dunia. Di tempat di mana Masjidil Haram sekarang berada, berhentilah unta Nabi Ibrahim mengakhiri perjalanannya dan di situlah ia meninggalkan Hajar bersama puteranya dengan hanya dibekali dengan serantang bekal makanan dan minuman sedangkan keadaan sekitarnya tiada tumbuh-tumbuhan, tiada air mengalir, yang terlihat hanyalah batu dan pasir kering. Alangkah sedih dan cemasnya Hajar ketika akan ditinggalkan oleh Ibrahim seorang diri bersama dengan anaknya yang masih kecil di tempat yang sunyi senyap dari segala-galanya kecuali batu gunung dan pasir. Ia seraya merintih dan menangis, memegang kuat-kuat baju Nabi Ibrahim memohon belas kasihnya, janganlah ia ditinggalkan seorang diri di tempat yang kosong itu, tiada seorang manusia, tiada seekor binatang, tiada pohon dan tidak terlihat pula air mengalir, sedangkan ia masih menanggung beban mengasuh anak yang kecil yang masih menyusu. Nabi Ibrahim mendengar keluh kesah Hajar merasa tidak tergamak meninggalkannya seorang diri di tempat itu bersama puteranya yang sangat disayangi akan tetapi ia sedar bahwa apa yang dilakukan nya itu adalah kehendak Allah s.w.t. yang tentu mengandungi hikmat yang masih terselubung baginya dan ia sedar pula bahawa Allah akan melindungi Ismail dan ibunya dalam tempat pengasingan itu dan segala kesukaran dan penderitaan. Ia berkata kepada Hajar:

"Bertawakkallah kepada Allah yang telah menentukan kehendak-Nya, percayalah kepada kekuasaan-Nya dan rahmat-Nya. Dialah yang memerintah aku membawa kamu ke sini dan Dialah yang akan melindungi mu dan menyertaimu di tempat yang sunyi ini. Sesungguh kalau bukan perintah dan wahyunya, tidak sesekali aku tergamak meninggalkan kamu di sini seorang diri bersama puteraku yang sangat ku cintai ini. Percayalah wahai Hajar bahwa Allah Yang Maha Kuasa tidak akan melantarkan kamu berdua tanpa perlindungan-Nya. Rahmat dan barakah-Nya akan tetap turun di atas kamu untuk selamanya, insya-Allah."

Mendengar kata-kata Ibrahim itu segeralah Hajar melepaskan genggamannya pada baju Ibrahim dan dilepaskannyalah beliau menunggang untanya kembali ke Palestin dengan iringan air mata yang bercurahan membasahi tubuh Ismail yang sedang menetak. Sedang Nabi Ibrahim pun tidak dapat menahan air matanya keetika ia turun dari dataran tinggi meninggalkan Makkah menuju kembali ke Palestin di mana isterinya Sarah sedang menanti. Ia tidak henti-henti selama dalam perjalanan kembali memohon kepada Allah perlindungan, rahmat dan barakah serta kurniaan rezeki bagi putera dan ibunya yang ditinggalkan di tempat terasing itu. Ia berkata dalam doanya:" Wahai Tuhanku! Aku telah tempatkan puteraku dan anak-anak keturunannya di dekat rumah-Mu (Baitullahil Haram) di lembah yang sunyi dari tanaman dan manusia agar mereka mendirikan solat dan beribadat kepada-Mu. Jadikanlah hati sebahagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan yang lazat, mudah-mudahan mereka bersyukur kepada-Mu."


Mata air Zamzam

Sepeninggal Nabi Ibrahim tinggallah Hajar dan puteranya di tempat yang terpencil dan sunyi itu. Ia harus menerima nasib yang telah ditakdirkan oleh Allah atas dirinya dengan kesabaran dan keyakinan penuh akan perlindungan-Nya. Bekalan makanan dan minuman yang dibawanya dalam perjalanan pada akhirnya habis dimakan selama beberapa hari sepeninggalan Nabi Ibrahim. Maka mulailah terasa oleh Hajar beratnya beban hidup yang harus ditanggungnya sendiri tanpa bantuan suaminya. Ia masih harus meneteki anaknya, namun air teteknya makin lama makin mengering disebabkan kekurangan makan. Anak yang tidak dapat minuman yang memuaskan dari tetek ibunya mulai menjadi cerewet dan tidak henti-hentinya menangis. Ibunya menjadi panik, bingung dan cemas mendengar tangisan anaknya yang sgt menyayat hati itu. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri serta lari ke sana ke sini mencari sesuap makanan atau seteguk air yang dapat meringankan kelaparannya dan meredakan tangisan anaknya, namun sia-sialah usahanya. Ia pergi berlari harwalah menuju bukit Shafa kalau-kalau ia boleh mendapatkan sesuatu yang dapat menolongnya tetapi hanya batu dan pasir yang didapatnya disitu, kemudian dari bukit Shafa ia melihat bayangan air yang mengalir di atas bukit Marwah dan larilah ia berharwahlah ke tempat itu namun ternyata bahawa yang disangkanya air adalha fatamorangana {bayangan} belaka dan kembalilah ke bukit Shafa karena mendengar seakan-akan ada suara yang memanggilnya tetapi gagal dan melesetlah dugaannya. Demikianlah maka kerana dorongan hajat hidupnya dan hidup anaknya yang sangat disayangi, Hajar mundar-mundir berlari sampai tujuh kali antara bukit Shafa dan Marwah yang pada akhirnya ia duduk termenung merasa penat dan hampir berputus asa.

Diriwayatkan bahawa selagi Hajar berada dalam keadaan tidak berdaya dan hampir berputus asa kecuali dari rahmat Allah dan pertolongan-Nya datanglah kepadanya malaikat Jibril bertanya: "Siapakah sebenarnya engkau ini?" "Aku adalah hamba sahaya Ibrahim", jawab Hajar. "Kepada siapa engkau dititipkan di sini?" tanya Jibril. "Hanya kepada Allah",jawab Hajar. Lalu berkata Jibril: "Jika demikian, maka engkau telah dititipkan kepada Dzat Yang Maha Pemurah Lagi Maha Pengasih, yang akan melindungimu, mencukupi keperluan hidupmu dan tidak akan mensia-siakan kepercayaan ayah puteramu kepada-Nya."

Kemudian diajaklah Hajar mengikutinya pergi ke suatu tempat di mana Jibril menginjakkan telapak kakinya kuat-kuat di atas tanah dan segeralah memancur dari bekas telapak kaki itu air yang jernih dengan kuasa Allah. Itulah dia mata air Zamzam yang sehingga kini dianggap keramat oleh jemaah haji, berdesakan sekelilingnya bagi mendapatkan setitik atau seteguk air daripadanya dan kerana sejarahnya mata air itu disebut orang "Injakan Jibril".

Alangkah gembiranya dan lega dada Hajar melihat air yang mancur itu. Segera ia membasahi bibir puteranya dengan air keramat itu dan segera pula terlihat wajah puteranya segar kembali, demikian pula wajah si ibu yang merasa sangat bahagia dengan datangnya mukjizat dari sisi Tuhan yang mengembalikan kesegaran hidup kepadanya dan kepada puteranya sesudah dibayang-bayangi oleh bayangan mati kelaparan yang mencekam dada.

Mancurnya air Zamzam telah menarik burung-burung berterbangan mengelilingi daerah itu menarik pula perhatian sekelompok bangsa Arab dari suku Jurhum yang merantau dan sedang berkhemah di sekitar Makkah. Mereka mengetahui dari pengalaman bahawa di mana ada terlihat burung di udara, nescaya dibawanya terdapat air, maka diutuslah oleh mereka beberapa orang untuk memeriksa kebenaran teori ini. Para pemeriksa itu pergi mengunjungi daerah di mana Hajar berada, kemudian kembali membawa berita gembira kepada kaumnya tentang mata air Zamzam dan keadaan Hajar bersama puteranya. Segera sekelompok suku Jurhum itu memindahkan perkhemahannya ke tempat sekitar Zamzam, di mana kedatangan mereka disambut dengan gembira oleh Hajar kerana adanya sekelompok suku Jurhum di sekitarnya, ia memperolehi jiran-jiran yang akan menghilangkan kesunyian dan kesepian yang selama ini dirasakan di dalam hidupnya berduaan dengan puteranya saja.

Hajar bersyukur kepada Allah yang dengan rahmatnya telah membuka hati orang-orang itu cenderung datang meramaikan dan memecahkan kesunyian lembah di mana ia ditinggalkan sendirian oleh Ibrahim.


Ismail membantu ayahnya membangun Kaabah

Nabi Ismail dibesarkan di Makkah (pekarangan Kaabah). Apabila dewasa beliau berkahwin dengan wanita daripada puak Jurhum. Walaupun tinggal di Makkah, Ismail sering dikunjungi bapanya.

Pada satu ketika, bapanya menerima wahyu daripada Allah supaya membina Kaabah. Perkara itu disampaikan kepada anaknya. Ismail berkata: “Kerjakanlah apa yang diperintahkan Tuhanmu kepadamu dan aku akan membantumu dalam pekerjaan mulia itu.”Ketika membina Kaabah, Nabi Ibrahim berkata kepada Ismail: “Bawakan batu yang baik kepadaku untuk aku letakkan di satu sudut supaya ia menjadi tanda kepada manusia.”Kemudian Jibril memberi ilham kepada Ismail supaya mencari batu hitam untuk diserahkan kepada Nabi Ibrahim.Setiap kali bangun, mereka berdoa: “Wahai Tuhan kami, terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”Bangunan (Kaabah) itu menjadi tinggi dan Ibrahim makin lemah untuk mengangkat batu. Dia berdiri di satu sudut, kini dikenali Makam Ibrahim.

Nabi Ibrahim sering berulang-alik mengunjungi anaknya. Pada satu hari, beliau tiba di Makkah dan mengunjungi rumah anaknya.Bagaimanapun, Ismail tiada di rumah ketika itu melainkan isterinya. Isteri Ismail tidak mengenali orang tua itu adalah bapa Ismail.Apabila Nabi Ibrahim bertanya isteri Nabi Ismail mengenai suaminya itu, beliau diberitahu anaknya keluar berburu. Seterusnya Nabi Ibrahim bertanya keadaan mereka berdua. Isterinya berkata: “Kami berada dalam kesempitan.”Nabi Ibrahim berkata: “Apakah kamu mempunyai jamuan, makanan dan minuman?“ Dijawab isteri Ismail: “Aku tidak mempunyainya, malah apa pun tiada.”Kelakukan isteri Nabi Ismail itu tidak manis dipandang Nabi Ibrahim kerana kelihatan tidak reda dengan pemberian Allah dan jemu untuk hidup bersama suaminya. Malah, dia kelihatan bersifat kedekut kerana tidak mengalu-alukan kedatangan tetamu.Akhirnya Nabi Ibrahim berkata kepada isteri anaknya: “Jika suamimu kembali, sampaikanlah salamku kepadanya dan katakan kepadanya supaya dia menggantikan pintunya.”

Selepas itu Nabi Ibrahim beredar dari situ. Sejurus kemudian, Nabi Ismail pulang ke rumah dengan hati gembira kerana dia menganggap tiada perkara tidak diingini berlaku sepanjang ketiadaannya di rumah. Nabi Ismail bertanya isterinya: “Apakah ada orang datang menemui kamu?“Isterinya berkata: “Ya, ada orang tua kunjungi kita.” Ismail berkata: “Apakah dia mewasiatkan sesuatu kepadamu?“ Isterinya berkata: “Ya, dia menyuruhku menyampaikan salam kepadamu dan memintaku mengatakan kepadamu supaya menggantikan pintumu.”Ismail berkata: “Dia adalah bapaku. Sesungguhnya dia menyuruhku supaya menceraikanmu, maka kembalilah kepada keluargamu.”Selepas menceraikan isterinya, Nabi Ismail berkahwin lain, kali ini dengan seorang lagi wanita daripada kaum Jurhum. Isteri baru itu mendapat keredaan bapanya kerana pandai menghormati tetamu, tidak menceritakan perkara yang menjatuhkan maruah suami dan bersyukur dengan nikmat Allah. Ismail hidup bersama isteri barunya itu hingga melahirkan beberapa anak.

Nabi Ismail mempunyai 12 anak lelaki dan seorang anak perempuan yang dikahwinkan dengan anak saudaranya, iaitu Al-’Ish bin Ishak. Daripada keturunan Nabi Ismail lahir Nabi Muhammad s.a.w. Keturunan Nabi Ismail juga mewujudkan bangsa Arab Musta’ribah.


Ismail sebagai Qurban

Nabi Ibrahim dari masa ke semasa pergi ke Makkah untuk mengunjungi dan menjenguk Ismail di tempat pengasingannya bagi menghilangkan rasa rindu hatinya kepada puteranya yang ia sayangi serta menenangkan hatinya yang selalu rungsing bila mengenangkan keadaan puteranya bersama ibunya yang ditinggalkan di tempat yang tandus, jauh dari masyarakat kota dan pengaulan umum.

Sewaktu Nabi Ismail mencapai usia remajanya Nabi Ibrahim a.s. mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya. Dan mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara-cara turunnya wahyu Allah, maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim. Ia duduk sejurus termenung memikirkan ujian yang maha berat yang ia hadapi. Sebagai seorang ayah yang dikurniai seorang putera yang sejak puluhan tahun diharap-harapkan dan didambakan, seorang putera yang telah mencapai usia di mana jasa-jasanya sudah dapat dimanfaatkan oleh si ayah, seorang putera yang diharapkan menjadi pewarisnya dan penyampung kelangsungan keturunannya, tiba-tiba harus dijadikan qurban dan harus direnggut nyawa oleh tangan si ayah sendiri.

Namun ia sebagai seorang Nabi, pesuruh Allah dan pembawa agama yang seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi para pengikutnya dalam bertaat kepada Allah, menjalankan segala perintah-Nya dan menempatkan cintanya kepada Allah di atas cintanya kepada anak, isteri, harta benda dan lain-lain. Ia harus melaksanakan perintah Allah yang diwahyukan melalui mimpinya, apa pun yang akan terjadi sebagai akibat pelaksanaan perintah itu.

Sungguh amat berat ujian yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim, namun sesuai dengan firman Allah yang bermaksud: "Allah lebih mengetahui di mana dan kepada siapa Dia mengamanatkan risalahnya". Nabi Ibrahim tidak membuang masa lagi, berazam (niat) tetap akan menyembelih Nabi Ismail puteranya sebagai qurban sesuai dengan perintah Allah yang telah diterimanya. Dan berangkatlah serta merta Nabi Ibrahim menuju ke Makkah untuk menemui dan menyampaikan kepada puteranya apa yang Allah perintahkan.

Nabi Ismail sebagai anak yang soleh yang sangat taat kepada Allah dan bakti kepada orang tuanya, ketika diberitahu oleh ayahnya maksud kedatangannya kali ini tanpa ragu-ragu dan berfikir panjang berkata kepada ayahnya:

"Wahai ayahku! Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepadamu. Engkau akan menemuiku insya-Allah sebagai seorang yang sabar dan patuh kepada perintah. Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Allah itu, agar ayah mengikatku kuat-kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan ayah, kedua agar menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya, ketiga tajamkanlah parangmu dan percepatkanlah perlaksanaan penyembelihan agar menringankan penderitaan dan rasa pedihku, keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku berikanlah kepadanya pakaian ku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya."

Kemudian dipeluknyalah Ismail dan dicium pipinya oleh Nabi Ibrahim seraya berkata: "Bahagialah aku mempunyai seorang putera yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang dengan ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah".

Saat penyembelihan yang mengerikan telah tiba. Diikatlah kedua tangan dan kaki Ismail, dibaringkanlah ia di atas lantai, lalu diambillah parang tajam yang sudah tersedia dan sambil memegang parang di tangannya, kedua mata nabi Ibrahim yang tergenang air berpindah memandang dari wajah puteranya ke parang yang mengilap di tangannya, seakan-akan pada masa itu hati beliau menjadi tempat pertarungan antara perasaan seorang ayah di satu pihak dan kewajiban seorang rasul di satu pihak yang lain. Pada akhirnya dengan memejamkan matanya, parang diletakkan pada leher Nabi Ismail dan penyembelihan di lakukan . Akan tetapi apa daya, parang yang sudah demikian tajamnya itu ternyata menjadi tumpul dileher Nabi Ismail dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan sebagaimana diharapkan.

Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizat dari Allah yang menegaskan bahwa perintah perkorbanan Ismail itu hanya suatu ujian bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sampai sejauh mana cinta dan taat mereka kepada Allah. Ternyata keduanya telah lulus dalam ujian yang sangat berat itu. Nabi Ibrahim telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan perkorbanan puteranya. untuk berbakti melaksanakan perintah Allah sedangkan Nabi Ismail tidak sedikit pun ragu atau bimbang dalam memperagakan kebaktiannya kepada Allah dan kepada orang tuanya dengan menyerahkan jiwa raganya untuk dikorbankan, sampai-sampai terjadi seketika merasa bahwa parang itu tidak lut memotong lehernya, berkatalah ia kepada ayahnya:" Wahai ayahku! Rupa-rupanya engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat wajahku, cubalah telangkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu tanpa melihat wajahku. "Akan tetapi parang itu tetap tidak berdaya mengeluarkan setitik darah pun dari daging Ismail walau ia telah ditelangkupkan dan dicuba memotong lehernya dari belakang.

Dalam keadaan bingung dan sedih hati, kerana gagal dalam usahanya menyembelih puteranya, datanglah kepada Nabi Ibrahim wahyu Allah dengan firmannya: "Wahai Ibrahim! Engkau telah berhasil melaksanakan mimpimu, demikianlah kami akan membalas orang-orang yang berbuat kebajikkan". Kemudian sebagai tebusan ganti nyawa, Ismail telah diselamatkan itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih seekor kambing yang telah tersedia di sampingnya dan segera dipotong leher kambing itu oleh beliau dengan parang yang tumpul di leher puteranya Ismail itu. Dan inilah asal permulaan sunnah berqurban yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap Hari Raya Idul Adha di seluruh pelosok dunia.